. . .mulai jenuh, hari-hari hanya dicekoki berita keburukan,
nasib suatu pemerintahan, statik peluang kalah menang seringkali menakutkan
atau yg juga parah
orang2 yg seharusnya tenang, malah menyulutkan api dialog keboborokan
well, ada muak maksimal di mana tayangan realita dihiperbolakan, bersuportekan manusia penyebar kebelum tentubenaran
bukan lagi cuplikan anak2 lugu bernyanyi dan menggambar ditemani pakar karakteristik khayalan, bukan lagi tanya jawab tentang masa depan, bukan lagi cerita tentang hari2 tenang
bukan lagi simpulan senyum yg mengatakan kebahagian di atas kehidupan bernamakan mainstream dan kesamaan
serta kaum2 penaik frekuensi suatu kemakmuran yg dinamakan sosialite keeksklusifan adakah akan datang satu pembawa kebenaran
enggan menyalahkan, enggan memaki-maki, enggan menunjukan egoisme diri dengan foto bermulut monyong yg berharap dibilang "rupawan" , enggan menamakan kerja demi mencari kekayaan, enggan berpura2 senyum pada monster2 liar berlambangkan tanda tambah, enggan menertawakan kebodohan, enggan menjadi kerata-rataan.
Adakah?
Ketika heroinitas bukan lagi kenyataan untuk dihadirkan, maka tak lagi ada kata kebenaran untuk orang2 hebat yg tiap pagi berdo'a demi ranah ilalang tenang, sudahkah sedemikian hebatnya kita?hingga hanya bisa mengatakan mereka salah? (efek nunton silvia, efek liat kak seto,efek inget ceramah keagamaan tentang aliran islam tapi hanya 1 yg akan masuk surga, efek ngubrul sama orang2 phlegmatis yg menguak keliaran wanita,efek denger naseat bokap kalo foto jan meletin lidah ntar ketauan binalnya, efek besok upm n pulang malem,efek udah lama ga ngaji,efek nuntun insid)
nb:bukan puisi, cuman belajar jadi apa adanya macam bang Jerinx By: dine
As posted on www.MobineSSia.com
nasib suatu pemerintahan, statik peluang kalah menang seringkali menakutkan
atau yg juga parah
orang2 yg seharusnya tenang, malah menyulutkan api dialog keboborokan
well, ada muak maksimal di mana tayangan realita dihiperbolakan, bersuportekan manusia penyebar kebelum tentubenaran
bukan lagi cuplikan anak2 lugu bernyanyi dan menggambar ditemani pakar karakteristik khayalan, bukan lagi tanya jawab tentang masa depan, bukan lagi cerita tentang hari2 tenang
bukan lagi simpulan senyum yg mengatakan kebahagian di atas kehidupan bernamakan mainstream dan kesamaan
serta kaum2 penaik frekuensi suatu kemakmuran yg dinamakan sosialite keeksklusifan adakah akan datang satu pembawa kebenaran
enggan menyalahkan, enggan memaki-maki, enggan menunjukan egoisme diri dengan foto bermulut monyong yg berharap dibilang "rupawan" , enggan menamakan kerja demi mencari kekayaan, enggan berpura2 senyum pada monster2 liar berlambangkan tanda tambah, enggan menertawakan kebodohan, enggan menjadi kerata-rataan.
Adakah?
Ketika heroinitas bukan lagi kenyataan untuk dihadirkan, maka tak lagi ada kata kebenaran untuk orang2 hebat yg tiap pagi berdo'a demi ranah ilalang tenang, sudahkah sedemikian hebatnya kita?hingga hanya bisa mengatakan mereka salah? (efek nunton silvia, efek liat kak seto,efek inget ceramah keagamaan tentang aliran islam tapi hanya 1 yg akan masuk surga, efek ngubrul sama orang2 phlegmatis yg menguak keliaran wanita,efek denger naseat bokap kalo foto jan meletin lidah ntar ketauan binalnya, efek besok upm n pulang malem,efek udah lama ga ngaji,efek nuntun insid)
nb:bukan puisi, cuman belajar jadi apa adanya macam bang Jerinx By: dine
As posted on www.MobineSSia.com
No comments:
Post a Comment