Thursday, June 4, 2015

dear..

Mungkin sekarang giliranku untuk menuliskan tentang rindu-rinduku yang lama tertanggal dibelakang pintu. Aku memang tak bisa menulis dengan kata-kata sulit yang seperti kau lakukan. Nilai bahasaku cuma 7 dan sesering yang kau baca, semuanya berisi susunan kata yang disatukan secara kasar dan paksa. Serta perulangan kalimat dengan sajian yang berbeda-beda membuatnya samar untuk disamakan meski pada dasarnya kalimat itu sama.

Aku sadar juga, ini akan berbeda dengan waktu pertama kali aku bilang suka padamu. Saat itu kita masih terlalu dini untuk mengenal bertujuan apakah menjalin hubungan dekat sedekat keluarga. 2 tahun kurasa, kita hampir tak saling sapa. Entah siapa yang paling kecewa tapi berpacaran seperti keharusan dalam hidupmu. Kau bersama orang lain dalam waktu singkat setelah kita usai dulu. Sedangkan aku memilih pasangan lamaku, sendiri.

Kita memang butuh waktu untuh tumbuh dan menjadi dewasa, juga beberapa pelajaran yang menjadi cerita beberapa tahun setelahnya. Kau, dengan kesibukanmu bergelut dengan buku serta ajaran baru berupa pilihan relasi yang rawan menghasut. Lalu aku, dengan caraku mengenal hidup beserta dalil-dalil, sumpah-serapah, dan bisikan-bisikan panas langsung dari bibir bertuah ke telingaku. Kita tau, kita mengerti, kita paham. Hidup hanya menunggu, sesimpel itu. Hanya saja, apa yang akan kita lakukan saat menunggu itu, tak mungkin duduk diam sampai mati. Sebab itu kita diberi akal dan hati.

Kuharap kau menyerukan kembali keluh kesahmu lewat tulisan. Aku benar-benar suka caramu mengeluh, caramu mendeskripsikan diriku. Aku rindu tentang apa saja yang ada di balik siluet jingga itu. Meski tak lagi kudengar derap langkah ksatria perak di langit sana, angin masih setia mengelus rambut ikalku. Yang berarti rindu-rindu yang coba kau kirimkan itu sampai padaku. Yah, kita hanya gengsi untuk saling menyibak rindu masing-masing.
Begitu, kan?

~Omi

By: omi
As posted on http://MobineSSia.com

No comments:

Post a Comment