Wednesday, May 13, 2009

Misteri

Tahun 1959, aku sering sakit yang menyebabkan sekolahku terganggu. Suatu hari Senin bersama dengan ibuku dan 3 orang adikku naik beca dari KK ke Poliklinik sebelah kiri markas Angkatan Laut di Jalan Gunung Sahari. Sambil menunggu panggilan, aku minta uang seringgit buat membeli majalah Varia dan 3 bungkus gado2 lontong di gerobag gado2 diluar tembok poliklinik. Sambil menunggu gado2 diulek, aku membaca majalah sambil bersandar ketembok dengan telapak kaki kanan di tempelkan ketembok. Tiba2 aku merasa tertidur. Anehnya begitu bangun berada disebuah tempat yang selalu berayun. Mana mataku panas dan silau oleh sengatan sinar matahari. Karena bercelana pendek, aku merasa pahaku dilengketi oleh pasir basah. Ketika aku duduk, ternyata aku berada di sebuah jukung (sampan besar) pengangkut pasir, yang ditambatkan kepatok di pantai melalui tambang dadung sekira 10 meteran. Selagi termangu dan bingung, dari arah belakang aku mendengar teriakan yang menembus derasnya hembusan angin laut.
“Hey dik, lagi ngapain?” Ketika kutolehkan kepala tampak seorang lelaki muda tengah membawa alat pancing Amerika dengan mesin penggulung senur. Aku masih belum sadar akan situasi, makanya bersikap diam saja (katanya sih wajahku tampak bengong terlongong). Lelaki itu mendekati tambang dan mencoba menariknya. Tapi tak kuat.
“Tunggu sebentar ya dik.” Seru lelaki itu seraya berlari menuju ke kerimbunan pohon yang diatasnya tampak menara. Disekeliling situ tampak bangunan beton yang belum rampung. Didekat jukung tampak juga beberapa jukung ditambat. Tak lama kemudian tampak lelaki itu berjalan tergopoh disertai oleh 3 orang lelaki besar berseragam militer lapangan. Salah seorang diantaranya membawa alat potret yang lalu memotreti sekeliling tempat aku dan jukung berada. Keempatnya lalu menarik tambang dadung sampai lunas haluan jukung bertengger di pasir pantai. 2 orang lalu naik dan menuntunku untuk turun. Selanjutnya aku dituntun ke pos penjagaan. Setelah diberi makan dan minum, lantas saja aku ditanyai oleh 4 orang tentara yang lainnya. Semua pertanyaan dan jawabanku dicatat dengan mesin ketik. Menjelang maghrib aku diantar dengan jeep ke station kereta api Tanjung Priuk, lalu dititipkan kepada kondektur untuk jurusan Gambir.
 
Sekira jam 1900 aku turun distasiun Gambir lalu berjalan menuju ke KK. Sebetulnya sih dikantong baju masih tersisa uang Rp. 1,50 sisa pembelian majalah Varia itu. Tapi dengan linglung aku memilih berjalan sambil mengira2 kudu kemana. Begitu memasuki areal lapangan Gambir (Monas sekarang), aku jadi hapal jalan pulang. Lalu sekira jam 20.30 saat memasuki mulut KK31, satu becak melesat cepat tapi lantas injak rem. Karena mendengar satu seruan nyaring, “Emaaaaaannnn! Bang…setop…baaang.” Ternyata ayahku. Beliau tadinya mo melaporkan anak hilang ke RRI di jalan Medan Merdeka Barat. Sesampainya di rumah aku lantas tidur, tapi begitu bangun ditengah malam lantas ngamuk kayak yang kesurupan. Apa karena lang gerobak tukang gado2 itu berada dikerimbunan pohon beringin kurung ya? Kasihan pot2 bunga kebanggaan ibuku yang pada hancur berantakan aku bantingin ke lantai. Amukanku baru reda setelah di sembur kunyahan bangle dari mulut pak Amin, dukun kampung. Hiiiyyyy, wajahku jadi bau jigong deh.
 
Hal paling aneh smp sekarang, adalah bagaimana aku bisa masuk ke areal proyek militer itu? Karena tempat itu dijaga ketat dengan beberapa menara pengawas dan petugas bersenjata lengkap. Dan gimana caranya aku bisa naik ke jukung, padahal saat ditemukan sepatu volley karet Bata yang kukenakan tak tampak seperti yang sehabis menginjak pasir dan air laut. Belum lagi bagaimana aku bisa menarik tambang jukung yang sangat berat itu. Matak heran juga, kok diatas pasir pantai tak ada ditemukan jejak sepatuku? Lantas bagaimana caranya aku bisa masuk ke komplek bertembok tinggi itu lalu gimana caranya aku naik kedalam jukung itu? Smp dah jadi Mr. Tob juga gak tau jawabnya!!
 
By: shui
As posted on www.MobineSSia.com

No comments: